Bacoho (Mandi Adat)
Setelah mandi biasa membersihkan seluruh badan dengan sabun mandi
lalu mencuci rambut dengan bahan pencuci rambut yang banyak dijual di toko,
seperti shampoo dan hair tonic. Mencuci rambut "bacoho" dapat delakukan dengan
dua cara, yakni cara tradisional ataupun hanya sekedar simbolisasi.
Tradisi : Bahan-bahan ramuan yang digunakan adalah parutan
kulit lemong nipis atau lemong bacoho (citrus limonellus), fungsinya sebagai
pewangi; air lemong popontolen (citrus lemetta), fungsinya sebagai pembersih
lemak kulit kepala; daun pondang (pandan) yagn ditumbuk halus, fungsinya sebagai
pewangi, bunga manduru (melati hutan) atau bunga rosi (mawar) atau bunga melati
yang dihancurkan dengan tangan, dan berfungsi sebagai pewangi; minyak buah
kemiri untuk melemaskan rambut dicampur sedikit perasan air buah kelapa yang
diparut halus. Seluruh bahan ramuan harus berjumlah sembilan jenis tanaman,
untuk membasuh rambut. Sesudah itu dicuci lagi dengan air bersih lalu rambut
dikeringkan.
Simbolisasi : Semua bahan-bahan ramuan tersebut dimasukkan
ke dalam sehelai kain berbentuk kantong, lalu dicelup ke dalam air hangat, lalu
kantong tersebut diremas dan airnya ditampung dengan tangan, kemudian digosokkan
kerambut calon pengantin sekadar simbolisasi.
Lumele’ (Mandi Adat): Pengantin disiram dengan air
yang telah diberi bunga-bungaan warna putih, berjumlah sembilan jenis bunga yang
berbau wangi, dengan mamakai gayung sebanyak sembilan kali di siram dari batas
leher ke bawah. Secara simbolis dapat dilakukan sekedar membasuh muka oleh
pengantin itu sendiri, kemudian mengeringkannya dengan handuk yang bersih dan
belum pernah digunakan sebelumnya.
Upacara Perkawinan
Mempelai Manado |
Hal ini mempengaruhi prosesi perjalanan pengantin. Misalnya
pengantin pria ke rumah pengantin wanita lalu ke Gereja dan kemudian ke tempat
acara resepsi. Karena resepsi/pesta perkawinan dapat ditanggung baik oleh pihak
keluarga pria maupun keluarga wanita, maka pihak yang menanggung biasanya yang
akan memegang komando pelaksanaan pesta perkawinan. Ada perkawinan yang
dilaksanakan secara Mapalus
dimana kedua pengantin dibantu oleh mapalus warga desa, seperti di desa
Tombuluan. Orang Minahasa penganut agama Kristen tertentu yang mempunyai
kecenderungan mengganti acara pesta malam hari dengan acara kebaktian dan makan
malam.
Orang Minahasa di kota-kota besar seperti kota Manado, mempunyai
kebiasaan yang sama dengan orang Minahasa di luar Minahasa yang disebut Kawanua.
Pola hidup masyarakat di kota-kota besar ikut membentuk pelaksanaan upacara adat
perkawinan Minahasa, menyatukan seluruh proses upacara adat perkawinan yang
dilaksanakan hanya dalam satu hari (Toki Pintu, Buka/Putus Suara, Antar harta,
Prosesi Upacara Adat di Pelaminan).
Contoh proses upacara adat perkawinan yang dilaksanakan dalam
satu hari :
Pukul 09.00 pagi, upacara Toki Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil membawa antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan beberapa helai kain sebagai simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin pria, mengetuk pintu tiga kali.
Pukul 09.00 pagi, upacara Toki Pintu. Pengantin pria kerumah pengantin wanita sambil membawa antaran (mas kawin), berupa makanan masak, buah-buahan dan beberapa helai kain sebagai simbolisasi. Wali pihak pria memimpin rombongan pengantin pria, mengetuk pintu tiga kali.
Rumah Tradisional Minahasa |
Pukul 11.00-14.00 : Melaksanakan perkawinan di Gereja yang sekaligus dinikahkan oleh negara, (apabila petugas catatan sipil dapat datang ke kantor Gereja). Untuk itu, para saksi kedua pihak lengkap dengan tanda pengenal penduduk (KTP), ikut hadir di Gereja.
Pukul 19.00 : Acara resepsi kini jarang dilakukan di rumah kedua pengantin, namun menggunakan gedung / hotel.
Apabila pihak keluarga pengantin ingin melaksanakan prosesi
upacara adat perkawinan, ada sanggar-sanggar kesenian Minahasa yang dapat
melaksanakannya. Dan prosesi upacara adat dapat dilaksanakan dalam berbagai
sub-etnis Minahasa, hal ini tergantung dari keinginan atau asal keluarga
pengantin. Misalnya dalam versi Tonsea, Tombulu, Tontemboan ataupun sub-etnis
Minahasa lainnya.
Prosesi upacara adat berlangsung tidak lebih dari sekitar 15
menit, dilanjutkan dengan kata sambutan, melempar bunga tangan, potong kue
pengantin , acara salaman, makan malam dan sebagai acara terakhir (penutup)
ialah dansa bebas yang dimulai dengan Polineis.
Prosesi Upacara Perkawinan di Pelaminan
Pernikahan di Tondano |
Setelah kedua pengantin duduk di pelaminan, maka upacara adat
dimulai dengan memanjatkan doa oleh Walian disebut Sumempung
(Tombulu) atau Sumambo (Tontemboan). Kemudian dilakukan upacara "Pinang
Tatenge’en". Kemudian dilakukan upacara Tawa’ang dimana kedua mempelai memegang
setangkai pohon Tawa’ang megucapkan ikrar dan janji. Acara berikutnya adalah
membelah kayu bakar, simbol sandang pangan. Tontemboan membelah tiga potong kayu
bakar, Tombulu membelah dua. Selanjutnya kedua pengantin makan sedikit nasi dan
ikan, kemudian minum dan tempat minum terbuat dari ruas bambu muda yang masih
hijau. Sesudah itu, meja upacara adat yang tersedia didepan pengantin diangkat
dari pentas pelaminan. Seluruh rombongan adat mohon diri meniggalkan pentas
upacara. Nyanyian-nyanyian oleh rombongan adat dinamakan Tambahan (Tonsea),
Zumant (Tombulu) yakni lagu dalam bahasa daerah.
Bahasa upacara adat perkawinan yang digunakan, berbentuk sastra
bahasa sub-etnis Tombulu, Tontemboan yang termasuk bahasa halus yang penuh
perumpamaan nasehat. Prosesi perkawinan adat versi Tombulu menggunakan penari Kabasaran sebagai anak buah
Walian (pemimpin Upacara adat perkawinan). Hal ini disebabkan karena penari
Kabasaran di wilayah sub-etinis lainnya di Minahasa, belum berkembang seperti
halnya di wilayah Tombulu. Pemimpin prosesi upacara adat perkawinan bebas
melakukan improvisasi bahasa upacara adat. Tapi simbolisasi benda upacara,
seperti : Sirih-pinang, Pohon Tawa’ang dan tempat minum dari ruas bambu tetap
sama maknanya.
=jessy wenas=
=jessy wenas=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar